Bismillahirrohmanirrohim ..
Kali ini saya akan post sebuah cerita yang begitu dalam makna yang terkandung dan bisa jadi renungan untuk pembaca sekalian..
Setiap ingin menulis sesuatu tentang “ibu” aku selalu ingat bagaimana tanpa lelah dan tidak pernah mengeluhnya ibu dalam mengurus rumah tangga (anak-anak dan suami). Bagaimana gigihnya ibu berjualan untuk membantu perekonomian keluarga, karena penghasilan bapak yang saat itu hanya seorang PNS golongan rendah tidak cukup untuk menghidupi keluarga dengan 6 (enam) orang anak. Karena kesabaran dan keikhlasannya dalam bekerja (berjualan) juga dalam merawat dan mengasuh kami anak-anaknya, kami masih bisa bertahan menghidupi diri kami sampai sekarang. Banyak pelajaran hidup yang aku dapat darinya. Aku menjadi tahu bagaimana seharusnya menjadi istri dan ibu yang baik bagi suami dan anak-anakku kelak.
Ibu seperti alarm bagiku yang selalu cerewet dalam segala hal, alarm itu akan berbunyi terutama jika aku terlambat pulang tanpa kabar, terlambat makan, dan masih banyak lagi hal-hal kecil menurutku yang tak luput dari pantauannya.
Jujur kadang aku merasa risih terlalu diperhatikan seperti itu. Ada satu peristiwa yang selalu aku ingat yaitu ketika ibu melarang berkawan dengan seorang teman setelah ibu tahu kalau teman tersebut terlibat tawuran dan masuk penjara. Sebagai anak muda jelas saja aku tidak terima dengan larangan itu, tapi karena tidak ingin menyakiti hatinya akupun menuruti untuk tidak terlalu akrab dengan teman tersebut setelah dia keluar dari penjara.
Dibalik kecerewetannya, ibu juga sangat perhatian. Dia tidak akan pernah bisa tidur jika kami anak-anaknya belum lengkap ada di rumah. Ibu selalu setia membukakan pintu buatku jika aku pulang terlambat tengah malam sekalipun.
Ketika dalam kondisi sakitpun ibu masih perhatian kepadaku walaupun dengan cara yang berbeda (alarm itu tidak terlalu sering berbunyi) karena anak-anaknya sudah dewasa. Setelah semua kakak ku berkeluarga, tinggallah kami bertiga (aku, ibu dan bapak ) yang tinggal serumah. Setiap malam ibu selalu setia menunggu aku pulang, kadang aku merasa kasihan harus membuatnya menunggu, padahal aku juga selalu membawa kunci cadangan tapi ibu selalu ingin menunggu “sekedar meyakinkan dan supaya ibu bisa tidur nyenyak” katanya.
Ketika penyakit yang dideritanya membuat dia kewalahan mengurus dirinya sendiri, aku selalu berusaha untuk mengurusi keperluannya, seperti sebisa mungkin menemaninya periksa ke rumah sakit, menyiapkan makannya, obat-obatannya dan keperluan untuk seharian sebelum aku pergi kuliah. Dan setiap selesai aku menyiapkan semua keperluannya, selalu terlontar ucapan “Maaf yah ibu sudah selalu merepotkanmu”. Setiap mendengar ucapan itu aku pasti menangis karena teringat betapa aku dulu yang selalu merepotkannya tapi tidak pernah tuh aku mengucapkan ”maaf atau terimakasih” padanya, padahal aku sudah merepotkannya sejak aku terlahir ke dunia ini bahkan sejak berada dalam kandungannya.
Kini alarm itu sudah lama tidak berbunyi lagi, bukankah itu berarti aku harusnya senang karena aku bebas pergi kemana saja, pulang kapan saja, berteman dengan siapa saja atau melakukan apa saja ( tanpa ada yang melarang dan mengawasi). Jawabannya adalah TIDAK, karena ternyata aku memerlukan alarm itu, aku kangen kecerewetannya, omelannya sangat ingin aku dengar sekarang. Sayang sudah hampir 10 tahun aku tidak pernah mendengar suara alarm itu.
Setelah kepergiannya aku baru sadar bahwa omelan, kecerewetan yang selalu membuat aku risih atau males mendengarnya itu ternyata untuk kebaikan ku sendiri. Memang penyesalan selalu datang terlambat, kita baru menyadari pentingnya seseorang setelah orang itu tiada.
Untuk ibu yang semoga tenang di alam sana aku hanya ingin mengucapkan terima kasih atas pengorbanan dan kasih sayangmu kepada kami. Semoga setiap tetesan darah, keringat dan airmatamu dalam mengurus dan membesarkan kami, menjadi ladang pahala buatmu dan menjadi penghapus dosa-dosamu. Amin ya rabb ..
Sumber : Kompasiana.com (Ditulis oleh Cucu Caswati)