Jangan pernah peduli pada apa yang orang lain katakan, sepanjang yakin Anda benar (Roosevelt)
Anda mungkin kagum pada pemain tenis, bulu tangkis, atau sepak bola, yang usia dini telah memenangkan kejuaraan dunia. Tetapi, diantara kita kurang peduli betapa besar motivasi dan tekad mereka untuk sukses, dan betapa panjang proses perjalanan yang mereka lalui untuk tiba dipuncak karir. Mungkin ribuan hari telah lewat untuk berlatih di saat teman seusianya sedang bersantai.
Boleh jadi kita kagum pada pilot yang menerbangkan pesawat, dokter ahli jantung yang mengobati pasien, atau Plato, penulis Yunani Kuno, yang karyanya masih diminati hingga kini setelah ditulis 2000tahun yang lalu. Ataupun pada Bill Gates, si raja komputer.
Mulai saat ini, jangan berhenti pada level “kagum” itu. Pilih tokoh yang anda kagumi. Tidak kurang pentingnya anda mempelajari prinsip dan kebiasaan mereka.
Berbagai studi telah dilakukan untuk mengetahui rahasia sukses atau keberhasilan. Pada awalnya IQ (Inteligency Quotient) dinilai faktor dominan. Dalam IQ termasuk taraf kecerdasan, logika, daya ingat, daya antisipasi, kemampuan konsep, hitungan, kemampuan analisis dan kreatifitas.
Setelah ini, Daniel Goleman pada tahun 1995 meyakinkan bahwa EQ (Emotional Quotient) yang memegang peran penting. Mereka yang memiliki kematangan EQ mampu memecahkan masalah emosional dan sosial.
Dalam beberapa tahun terakhir, kita dikenalkan dengan SQ (Spiritual Quotient) yang membantu kita untuk melihat keberhasilan sebagai wujud keseimbangan hidup. Hanya kematangan SQ membuat anda berfikir seperti John Wooden, “Anda tidak bisa hidup dengan menjalani hari sempurna tanpa melakukan sesuatu untuk seseorang yang tidak akan pernah mampu membalas kebaikan anda”
Kita kenal lagi AQ (Adversity Quotient), yang mengajarkan satu prinsip dasar untuk sukses.
Yaitu kemampuan untuk bertahan ditengah halangan dan tantangan. Dengan AQ, orang tidak mudah menyerah. Untuk itu penulisnya menganalogikan setiap orang sebagai pendaki.
Para pendaki, menurut analisis AQ, dibagi dalam tiga kategori:
Pertama, The Quitters, orang yang cepat menyerah. Sebelum perjuangan dimulai ia sudah menyatakan ketidakmampuannya atau ketidakmauannya. Orang ini masuk kategori gagal.
Kedua, The Campers, yaitu mereka yang mendaki gunung, tapi baru tiba dilereng sudah berhenti membuka tenda dan memutuskan untuk tidak melanjutkan ke puncak.
Ketiga, The Climbers, mereka ini adalah orang yang tidak mengenal rintangan. Ia bisa saja jatuh, tapi akan bangkit kembali, melanjutkan perjalanan dan berhenti hanya ketika berhasil mencapai puncak.
Umumnya, orang yang berhasil meraih sukses gemilang, memiliki beberapa kesamaan prinsip dasar. Mereka umumnya memiliki iman yang kuat, keyakinan dan kepercayaan yang tinggi, motivasi kuat, disiplin dan etos kerja yang mencengangkan, serta hubungan antarmanusia yang erat dan santun.
Mereka juga memiliki visi,misi, dan tujuan hidup yang spesifik. Di samping itu mereka jelas sangat ulet, dinamis, tahan banting, dan sabar, alias tidak gegabah dan terburu-buru.Anda mungkin kagum pada pemain tenis, bulu tangkis, atau sepak bola, yang usia dini telah memenangkan kejuaraan dunia. Tetapi, diantara kita kurang peduli betapa besar motivasi dan tekad mereka untuk sukses, dan betapa panjang proses perjalanan yang mereka lalui untuk tiba dipuncak karir. Mungkin ribuan hari telah lewat untuk berlatih di saat teman seusianya sedang bersantai.
Boleh jadi kita kagum pada pilot yang menerbangkan pesawat, dokter ahli jantung yang mengobati pasien, atau Plato, penulis Yunani Kuno, yang karyanya masih diminati hingga kini setelah ditulis 2000tahun yang lalu. Ataupun pada Bill Gates, si raja komputer.
Mulai saat ini, jangan berhenti pada level “kagum” itu. Pilih tokoh yang anda kagumi. Tidak kurang pentingnya anda mempelajari prinsip dan kebiasaan mereka.
Berbagai studi telah dilakukan untuk mengetahui rahasia sukses atau keberhasilan. Pada awalnya IQ (Inteligency Quotient) dinilai faktor dominan. Dalam IQ termasuk taraf kecerdasan, logika, daya ingat, daya antisipasi, kemampuan konsep, hitungan, kemampuan analisis dan kreatifitas.
Setelah ini, Daniel Goleman pada tahun 1995 meyakinkan bahwa EQ (Emotional Quotient) yang memegang peran penting. Mereka yang memiliki kematangan EQ mampu memecahkan masalah emosional dan sosial.
Dalam beberapa tahun terakhir, kita dikenalkan dengan SQ (Spiritual Quotient) yang membantu kita untuk melihat keberhasilan sebagai wujud keseimbangan hidup. Hanya kematangan SQ membuat anda berfikir seperti John Wooden, “Anda tidak bisa hidup dengan menjalani hari sempurna tanpa melakukan sesuatu untuk seseorang yang tidak akan pernah mampu membalas kebaikan anda”
Kita kenal lagi AQ (Adversity Quotient), yang mengajarkan satu prinsip dasar untuk sukses.
Yaitu kemampuan untuk bertahan ditengah halangan dan tantangan. Dengan AQ, orang tidak mudah menyerah. Untuk itu penulisnya menganalogikan setiap orang sebagai pendaki.
Para pendaki, menurut analisis AQ, dibagi dalam tiga kategori:
Pertama, The Quitters, orang yang cepat menyerah. Sebelum perjuangan dimulai ia sudah menyatakan ketidakmampuannya atau ketidakmauannya. Orang ini masuk kategori gagal.
Kedua, The Campers, yaitu mereka yang mendaki gunung, tapi baru tiba dilereng sudah berhenti membuka tenda dan memutuskan untuk tidak melanjutkan ke puncak.
Ketiga, The Climbers, mereka ini adalah orang yang tidak mengenal rintangan. Ia bisa saja jatuh, tapi akan bangkit kembali, melanjutkan perjalanan dan berhenti hanya ketika berhasil mencapai puncak.